Kamis, 22 Juli 2021

PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD atau PPE) PADA PARA PEKERJA


Ada banyak metode yang bisa dilaksanakan dalam mengontrol bahaya pada tempat kerja untuk turunkan tingkat kecelakaan karena kerja, yakni:

sepatu safety wajib di gunakan saat sedang bekerja diluar ruangan.


Engineering kontrol, yakni dengan menambah beragam perlengkapan dan mesin yang bisa kurangi bahaya dari sumbernya. Misalnya ialah pemakaian exhaust dan sistem sirkulasi untuk meminimalkan bahaya debu atau gas. Namun pengaturan dengan sistem engineering kontrol memerlukan dana yang besar.

Administrative kontrol, yakni dengan membuat beragam proses kerja terhitung peraturan management dalam implikasi K3. Maksudnya ialah supaya karyawan bekerja sesuai perintah yang telah diputuskan sehinggan kecelakaan atau kekeliruan kerja bisa dijauhi. Terhitung di dalam adminstarsi kontrol yakni dengan sediakan alat perlindungan diri (APD) atau personnel pertective equipment (PPE) untuk tiap karyawan yang terpajan dengan bahaya pada tempat kerja.

Metode yang lain bisa dipakai untuk pengaturan bahaya ialah Inherently Safer Alternatif Metode, di mana metode ini mempunyai empat taktik pengaturan bahaya, yakni:

Minimize; yakni dengan meminimalisir tingkat bahaya dari sumbernya dengan kurangi jumlah penggunaan atau volume penyimpanan dan proses.

Substitue; yakni dengan menukar bahan yang beresiko sama yang kurang beresiko. Misalnya hádala memakai metode water base sebagai alternatif solven base. Water base semakin aman dan ramah lingkungan dibanding solven base.

Moderate; Kurangi bahaya dengan turunkan fokus bahan kimia yang dipakai. Misalnya ialah memakai bahan kimia dengan fokus yang lebih rendah hingga tingkat bahaya pajanannya jadi lebih rendah.

Simplify; Kurangi bahaya dengan membuat prosesnya jadi lebih simpel hingga lebih gampang di kontrol.

Semua metode pengaturan itu bisa dilaksanakan secara bertepatan, karena tidak ada satu metodepun yang benar-benar dapat turunkan bahaya dan risiko sampai pada status 0, maknanya beberapa karyawan masih besar peluangya terpajan pada bahaya di tempat kerja. Karena itu sebagai pertahanan dan pelindungan paling akhir untuk karyawan dengan memakai APD.


Berdasar Undang-Undang RI No. satu tahun 1970 jika pengurus atau pimpinan tempat kerja berkewajiban sediakan alat perlindungan diri (APD/PPE) untuk beberapa karyawan dan beberapa karyawan berkewajiban menggunakan APD/PPE dengan benar dan tepat. Arah dari implementasi Undang- Undang ini ialah membuat perlindungan kesehatan karyawan itu dari resiko bahaya pada tempat kerja. Tipe APD/PPE yang dibutuhkan dalam beragam aktivitas kerja di industri benar-benar bergantung pada aktivitas yang sudah dilakukan dan tipe bahaya yang terkena.


Kesadaran beberapa karyawan akan pemakaian alat perlindungan diri (APD) dalam bekerja rupanya masihlah benar-benar rendah. Berdasar penemuan dari survey yang penulis kerjakan semenjak tahun 2004 hingga saat ini banyak diketemukan kekeliruan dan kekurangan dalam memakai APD di beberapa perusahaan baik lokal atau yang bertaraf international (saksikan diagram). Ada dua aspek terpenting yang melatarbelakangi permasalahan ini yakni rendahnya tanggung-jawab manajemen pada kesehatan serta keselamatan karyawan dan rendahnya tingkat kesadaran beberapa karyawan dalam memakai APD.




Management sebagai wakil dari pemegang saham atau pemilik perusahaan seutuhnya bertanggungjawab atas kesehatan serta keselamatan karyawan pada tempat kerja dengan sediakan tempat kerja yang aman dan alat perlindungan diri yang ideal. Tetapi pada realitanya management perusahaan masih tempatkan kesehatan serta keselamatan karyawan diurutan bawah dari rasio fokus dari satu program perusahaan khususnya jika sudah terkait dengan bujet keuangan. Sebagai imbas dari hal itu beberapa karyawan cuman diberi APD seadanya tanpa menimbang tingkat bahaya pada tempat kerja yang ditemui tiap hari, tidak memperoleh training yang memenuhi berkenaan kesehatan serta keselamatan kerja pada tempat kerja serta ada perusahaan yang menyengaja membodohi beberapa karyawan dengan menjelaskan tugas yang mereka kerjakan tidak berpengaruh pada kesehatan karyawan atau mungkin tidak beresiko. Adabeberapa argumen classic yang selalu disampaikan oleh faksi management tehadap beberapa karyawan dalam pengadaan APD yakni:


Bujetnya terlampau besar, keuangan perusahaan tidak sanggup memodalinya.

APD yang ada telah memenuhi karena banyak beberapa perusahaan lain memakai APD yang serupa, Walau sebetulnya APD itu tidak penuhi standard yang dipersyaratkan.

Tingkat paparan masih di bawah nilai tingkat batasan (NAB).

Tidak di referensikan oleh induk perusahaan.

Keadaan semacam ini telah berjalan sekian tahun dan tidak ada permasalahan.

Dengan alasan-alasan itu pada akhirnya beberapa karyawan dipaksakan terima APD seadanya atau bahkan juga tanpa APD dalam bekerja (saksikan diagram).




Dalam beragam survei yang sudah dilakukan di dapatkan banyak beberapa perusahaan yang telah sediakan APD yang baik sekali bagi beberapa karyawan, bahkan juga ada banyak perusahaan yang sediakan APD terlalu berlebih atau over spec untuk beberapa karyawan. Tetapi permasalahan yang ditemui oleh faksi management ialah rendahnya tingkat kesadaran beberapa karyawan dalam memakai APD secara betul sepanjang bekerja. Banyak karyawan yang main kucing-kucingan dengan supervisor atau manajer dalam memakai APD. Dalam beberapa dialog dengan beberapa karyawan dan berdasar pengamatan penulis diketemukan beberapa argumen akan rendahnya kesadaran beberapa karyawan akan pemakaian APD, yakni:


Ketidak nyamanan dalam pemakaian APD sepanjang bekerja. Ini sebagai argumen yang terbanyak disampaikan oleh beberapa karyawan. Ketidak nyamanan di sini salah satunya ialah panas, berat, berkeringat atau lembab, sakit, pusing, sesak dan lain-lain.

Berasa jika tugas itu tidak beresiko atau berpengaruh pada kesehatannya. Khususnya untuk beberapa karyawan yang telah sekian tahun lakukan tugas itu.

Kesalah pahaman pada peranan APD karena minimnya pengetahuan akan peranan dan manfaat APD.

APD menggangu kelacaran dan kecepatan tugas.

Sulit memakai dan menjaga APD.

Hal yang lain diketemukan dalam survei ini ialah pemakaian APD yang tidak pas atau sesuai paparan bahaya yang ditemui. Ini karena minimnya pengetahuan atau info mengenai APD dan tipe atau keadaan bahaya yang ditemui. Banyak beberapa perusahaan yang jual APD tidak memberinya info atau pelatihan yang ideal mengenai pemakaian, peranan, tipe, program, perawatan APD dan imbas kesehatan penggunaan APD.


Jika APD dipakai secara betul dan sesuai detail yang di tentukan, karena itu tingkat kecelakaan dan sakit karena kerja segera dapat dikurangkan. Pengurangan tingkat kecelakaan dan sakit karena kerja akan tingkatkan keproduktifan kerja hingga perusahaan akan jadi lebih sehat. Untuk capai ini karena itu beberapa kondisi berikut harus tercukupi:


Ada loyalitas dari management membuat perlindungan karyawan, satu diantaranya dengan sediakan APD yang sesuai standard.

Ada peraturan/proses/WI yang atur pemakaian APD untuk karyawan.

Ada pelatihan secara reguler mengenai tata langkah pengenalan risiko, pengaturan risiko dan pemakaian APD.

Ada program komunikasi untuk tingkatkan awareness pekerjang dalam memakai APD seperti reguler rapat, poster, stiker dan singnage.

Karyawan ketahui secara baik bahaya-bahaya yang ada pada tempat kerja.

Karyawan ketahui secara baik imbas kesehatan dari pajanan bahaya-bahaya itu.

Karyawan ketahui secara baik beberapa cara pengaturan bahaya itu.

Karyawan memperoleh APD yang sesuai pajanan bahaya yang ditemui.

Karyawan secara stabil dan betul memakai APD di saat lakukan tugas.

Karyawan menggunakan APD secara benar dan tepat sepanjang bekerja.

Hazards


Berdasar macamnya, bahaya bisa dikelompokkan atas:


1. Primary Hazards


Bahaya fisik, misalkan yang terkait dengan perlengkapan seperti bahaya listrik.

Bahaya kimia, misalkan yang terkait dengan material/ bahan seperti antiseptik, aerosol, insektisida, dan sebagainya.

Bahaya biologi, misalkan yang terkait dengan makhluk hidup yang ada di lingkungan kerja seperti bakteri serta virus.

Bahaya psikososial, misalkan yang terkait faktor sosial psikis atau organisasi pada tugas dan lingkungan kerja yang bisa memberikan imbas pada faktor fisik dan psikis pekrja. Misalnya skema kerja yang tidak teratur, waktu kerja yang di luar waktu normal, beban kerja yang melewati kemampuan psikis, pekerjaan yang tidak berfariasi, situasi lingkungan kerja yang terpisah atau terlampau ramai dan lain-lain beberapaya. (Djunedi, 2007)

2. Secondary hazard (bahaya sekunder)


Secondary hazard atau disebutkan bahaya sekunder ialah bahaya yang ada sebagai karena berlangsungnya hubungan di antara beberapa komponen tugas (yang bisa juga berperan untuk sumber primary hazard). Hubungan ini kerap kita sebutkan sebagai tugas/ mekanisme kerja (Djunedi, 2007).


Pengaturan Hazards

Pengaturan resiko akan tergantung di tingkat/ derajat resiko yang ada. Secara umum pengaturan resiko bisa dipisah atas:


1. Pengaturan engineering


Pengaturan resiko dengan langkah ini misalkan dengan lakukan peralihan design mekanisme kerja, penempatan machine-guarding, dan lain-lain.


2. Pengaturan administratif


Pembikinan standar operating procedure (SOP), penataan waktu gilir kerja (shift work), perputaran, dan sebagainya

Training

Pemakaian alat perlindungan diri

Secara umum program safety yang sudah dilakukan di perusahaan bisa dikelompokkan atas dua sisi besar yakni:


Mekanisme Management Keselamatan (safety)

Program tehnis operasional

Alat Pelinding Diri (APD)


Pengertian APD dalam HSE peraturan ialah semua perlengkapan yang membuat perlindungan karyawan sepanjang bekerja terhitung baju yang perlu dipakai di saat bekerja, perlindungan kepala (helmet), sarung tangan (gloves), perlindungan mata (eye protection), baju yang memiliki sifat reflektive, sepatu, perlindungan pendegaran (hearing protection) dan perlindungan pernafasan (masker).


0 komentar:

Posting Komentar